Menakar Indonesia di Tengah Perang Kecerdasan Buatan
17 Maret 2021, 09:00:01 Dilihat: 328x
Jakarta -- Kecerdasan buatan atau disebut Artificial Intellegence (AI) menjadi hal yang asing bagi sebagian masyarakat di Indonesia. Pasalnya istilah itu terbilang jarang digaungkan di kegiatan sehari-hari.
Beberapa teknologi terbarukan seperti ponsel hingga teknologi kendaraan saat ini sudah dilibatkan dengan kecerdasan buata tersebut. Salah satunya pada ponsel yang saat ini banyak disematkan AI dalam kecanggihanya.
Presiden Joko Widodo mengatakan dalam Rapat Kerja Nasional Penguatan Ekosistem Inovasi Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Indonesia berada di tengah perang kecerdasan buatan AI.
Pakar Informasi dan Teknologi Institut Teknologi Bandung, Budi Rahadjo mengatakan Indonesia mampu bersaing dalam perang AI, karena secara keilmuan Indonesia bisa mengejar ketertinggalan tersebut.
"Menurut saya kita ketinggalan secara implementasi, secara kelimuan mah tidak," ujarnya kepada CNNIndonesia.com (8/3) melalui sambungan telepon.
Hal ini menurut Budi menjadi salah satu penghalang dalam mengembangkan teknologi AI. Kata dia, di beberapa negara seperti di China dan Amerika Serikat selalu bersaing di bidang implementasi.
Dihubungi terpisah, pengamat Teknologi dan Informatika Universitas Indonesia Wisnu Jatmiko, yang juga sebagai peneliti AI, mengatakan Indonesia masih dapat berakselerasi dengan negara lain dalam pengembangan AI. Hanya saja patut difokuskan pada sektor yang diungguli. Di antaranya sektor pertanian dan perikanan.
Hal itu disebutnya merupakan segmen yang dinilai unggul dan dapat menjadi produk andalan di bidang AI.
"Kita bermain di segmen yang kita menang, salah satunya AI di bidang pertanian atau perikanan dan kelautan," ujar Wisnu.
Pada sektor perikanan dan kelautan, kata dia, pengembangan dapat dilakukan dengan cara memprediksi algoritma dari fase ternak ikan dan musim panen ikan. Para peneliti nantinya dapat mengolah data dari fase tersebut, dan dituangkan dalam bentuk kecerdasan buatan.
Dengan cara tersebut menurutnya Indonesia tidak perlu investasi besar-besaran, lantaran sudah ada ekosistem yang menurutnya mungkin sudah tersedia.
"Enggak perlu kita investasi besar-besaran. Ada ekosistem yang mungkin sudah disediakan, kan nantinya penangkapan udang bisa semua dengan AI," jelasnya.
Lebih lanjut Budi menjelaskan untuk menguasai dunia lewat AI ada beberapa langkah yang menurutnya harus ditempuh. Yaitu Indonesia harus memiliki sumber komputasi untuk mengolah data menjadi teknologi AI atau disebut Graphics Processing Units (GPU).
Ia berharap Indonesia memiliki komputasi tersebut yang dapat digunakan bersama.
"Seharusnya kita punya komputing resourcers yang dishare bersama. Indonesia ga punya makanya kita berharap BPPT punya," tandasnya.
Di samping itu menurut Wisnu, dengan digaungkanya flagship AI oleh BPPT sejak tahun lalu, ia berharap Indonesia bisa turut mengambil peran dalam khasanah kecerdasan buatan itu.
Wisnu berharap BPPT dapat menciptakan ekosistem yang menunjang pengembangan AI di dalam negeri. Ia mengaku setuju dengan lima bidang yang menjadi prioritas pengembangan oleh BPPT, yakni bidang kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan dan riset, ketahanan pangan dan mobilitas/smart city.
Cara seperti menciptakan camp untuk menggodok talenta yang kompeten, kata dia, menjadi salah satu jalan untuk serius dalam mengembangkan AI.
Apa itu AI?
Ia menjelaskan teknologi AI pada prinsipnya adalah program yang diberi contoh. Sederhananya, program tersebut dapat membedakan sesuatu dengan data yang sudah dikumpulkan ke sistem tersebut, atau disebut data set.
"Kita misalnya pengen AI membedakan kucing dengan anjing. Skearang bagaimana supaya mereka pintar(mengidentifikasi) maka dikasih gambar kucing dan anjing. Semakin banyak gambarnya(data set) semakin keren AI bisa membedakan," jelasnya.
Menurut Budi data set yang dikumpulkan, terkadang terhambat dengan pelanggaran privasi seseorang. Seperti halnya di AS. Beberapa warganya menganggap pengambilan data set merupakan sebuah pelanggaran privasi masyarakat. Namun hal ini dapat diterapkan oleh pemerintah China tanpa takut melanggar privasi.
"Sekarang misalnya AI ini mau ngenalin wajah manusia. Misalnya dikasih perempuan dan laki-laki. Nah di Amerika ini engga bisa karena privasi. Jadi mereka punya data set banyak tetapi sayangnya kalau di AS melanggar privasi. Sedangkan di China engga," ujarnya.
Menurut Budi, ia sudah membangun perusahaan di bidang AI sejak sekitar tahun 2016. Beberapa projek telah ia lakukan, misalnya membuat teknologi yang dapat mengenali wajah manusia.
Ia menjelaskan untuk mengenali wajah manusia butuh dana yang terbilang banyak. Dalam sekali melakukan pelatihan perusahaanya bisa menghabiskan 90 hingga 100 juta Rupiah.
"Perusahaan saya kalau untuk mengenali wajah gitu sekali running saya bisa keluarin biaya untuk trainingnya saja antara 90-100 juta," kata dia
Persaingan antar negara
Di samping itu Budi mengatakan musuh terbesar dalam peperangan teknologi AI. Menurutnya China menjadi musuh terbesar dalam pengembangan teknologi itu.
Hal ini dampak dari negara tersebut melakukan investasi besar-besaran dan serius dalam mengembangkan teknologi dalam negeri.
"Suka engga suka tapi itu realitas. hal ini sama seperti pasar HP China di indonesia. Mau gimana juga kita diuntungkan dengan teknologi itu," kata pria yang juga pendidik di Institut Teknologi Bandung itu.
Selain China dan Amerika Serikat, beberapa negara di timur tengah dikabarkan tengah fokus dalam mengembangkan teknologi AI, salah satunya Uni Emirat Arab (UEA).
Menurut Wisnu, kefokusan UEA dalam mengembangkan AI ditandai dengan dibuatnya kementerian AI di negara tersebut. Hal ini sebagai contoh salah satu negara yang fokus dalam mengembangkan teknologi tersebut.
"Uni emirat aja berani berinvestasi di sana karena memang mereka tahu AI akan menjadi flagship. Ini sebagai contoh negara yang maju serius di AI," ujar Wisnu kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon (9/3).
Pada tahun 2017 lalu pemerintah UEA melantik seorang pria berusia 27 tahun, Omar Sultan Al-Olama untuk menduduki posisi Menteri Artificial Intelligence. Posisi itu disebut sebagai respons dalam menghadapi gelombang kecerdasan buatan.
Lebih lanjut Wisnu menilai teknologi AI kini sudah menjadi tren di beberapa negara maju. Kini menurutnya investasi di bidang pengembangan AI sudah diseriuskan oleh beberapa perusahaan teknologi, di antaranya Google.
Ia menilai Google kini tengah fokus berinvestasi mengembangkan AI. Nilai investasi yang digelontorkan untuk itu melebihi anggaran Agensi Pertahanan dan Pengembangan Teknologi Militer AS, DARPA.
"AI itu sudah menjadi tren, orang itu sudah investasi besar-besaran. Google mind, dia main-main di investasi ini gila-gilaan. Bahkan mungkin bujetnya lebih besar dari bajetnya DARPA," katanya.
Tidak hanya itu, menurut Wisnu negara China juga kini tengah menggurita dalam investasi AI. Hasilnya banyak produk AI yang diciptakan negeri tirai bambu itu, salah satunya sistem keamanan di Beijing, China.
Ia menjelaskan pemerintah China telah memasang beberapa juta kamera di wilyah, salah satu fungsinya untuk Security Survillance AI.
"The biggest survillace ai sistem itu di Bejing. Ada sekitar berapa juta kamera yang sudah terpasang untuk security survillance AI dan sebagainya," kata Wisnu.
Wisnu menilai getolnya China dalam mengembangkan teknologinya patut diacungi jempol. Menurutnya negara tersebut jor-joran dalam riset dan pengebangan di bidang teknologi, hingga bisa menyaingi Amerika Serikat dan negara Eropa.
"Kita respect dengan China karena (Reaserch and Development) RnD gede-gedean di bidang AI dan teknologi. Sudah bisa menyaingi Amerika dan negara Eropa dan sebagainya.
Sumber : cnnindonesia.com