Deoterions, Alat Pendeteksi Korban Gempa Buatan Anak Bangsa
10 September 2019, 09:00:11 Dilihat: 172x
Mahasiswa Universitas Brawijaya menciptakan alat untuk mempermudah tim penyelamat (Search and Rescue/ SAR) dalam proses evakuasi korban gempa bumi di Indonesia. Alat yang dinamakan Deoterions (Detector of Interconnected Position Points) ini memudahkan penemuan posisi korban yang tertimbun reruntuhan bangunan.
Alat ini memancarkan gelombang radio yang bisa ditangkap receiver tim pencari korban. Sehingga posisi pengguna Deoterions bisa diketahui oleh tim SAR meskipun pengguna tertimbun reruntuhan gedung.
Alat ini dilengkapi dengan switch yang mampu membaca pergerakan, sehingga peluang hidup si pengguna dapat diprediksi.
"Setelah diuji, Deoterions dapat dideteksi secara akurat pada jarak 0-10 meter dari si pengguna yang tertimpa reruntuhan bangunan. Peluang hidup si pengguna dapat diprediksi bila si pengguna bergerak di atas 7,11 cm/s," kata salah seorang pencipta Deoterions, Rikza Maulana saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (9/9).
Deoterions diciptakan oleh tiga mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Tiga mahasiswa ini yakni Muhammad Rikza Maulana, Satrio Wiradinata Riady Boer, dan Adin Okta Triqadafi.
Deoterions sekilas terlihat berukuran sama seperti kartu ATM sehingga mudah untuk dibawa kemana-mana sebagai langkah mitigasi bencana.
Saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rikza mengatakan latar belakang penciptaan Deoterions karena Indonesia terletak di kawasan Zona Seismik Asia Tenggara. Hal ini membuat Indonesia sering mengalami gempa Bumi.
Rikza mengatakan gempa di Padang pada 2009 yang menelai 1.115 korban jwa, salah satu pencipta alat, Satrio berada di lokasi. Rikza mengatakan rekannya melihat banyaknya korban yang terlambat diselamatkan karena tim SAR kesulitan menemukan lokasi korban.
"Ada beberapa orang yang telat diselamatkan karena susahnya mencari lokasi si korban, akhirnya si korban ada yang meninggal atau ada yang diamputasi karena telat ditemukan. Alat ini diharapkan mampu meminimalkan risiko dari lambatnya menemukan korban," ujar Rikza.
Antar kartu juga saling terhubung, sehingga posisi pengguna lain dapat diketahui dari satu pengguna yang telah ditemukan terlebih dahulu. Semua informasi tersebut akan ditampilkan pada sebuah aplikasi smartphone khusus dalam bentuk daftar sehingga mempermudah pembacaan.Ke depannya Rikza berharap Deoterions bisa tahan api dan tahan air. Saat ini, timnya sedang mencari solusi agar alat bisa tahan api. Terkait ketahanan air, Deoterions telah diuji dengan kedalaman 50 cm.
"Kami ingin mengembangkan agar bisa lebih dalam lagi, lebih dari 3 meter tergenang air. Harapannya alat tersebut tidak hanya pada gedung tapi bisa digunakan dalam bencana kebakaran, kebanjiran, dan lain-lain," ujarnya.
Saat ini, Rikza berharap agar Deoterions dapat dijadikan instrumen kesiapsiagaan yang wajib disediakan pada setiap bangunan di Indonesia. Ke depannya, tak hanya di gedung, ia juga mengatakan alat bisa diterapkan di pesawat dan kapal.
"Bisa taruh di pesawat juga. Biar pencarian korban lebih mudah. Pada kapal juga," ujar Rikza.Rikza mengatakan Deoterions telah diajukan dalam proposal pendanaan ke Kemenristekdikti melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Proposal tersebut disetujui oleh Kemerinstekdikti.
Rikza menjelaskan pihaknya belum berencana untuk mengomersilkan Deoterions. Saat ini ia berharap Deoterions bisa bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Malang untuk menghadirkan alat di setiap gedung sebagai langkah mitigasi bencana.
Akan tetapi, hingga saat ini belum ada respon dari kedua badan pencegahan bencana tersebut. Padahal biaya produksi prototipe Deoterions cukup murah, hanya R100 ribu. Bahkan Rikza yakin apabila diproduksi massal, Deoterions bisa diproduksi dengan harga Rp60 ribu.
"Sudah sebulan lebih kami sudah mengirim berkas dan deskripsi inovasi kami ke BPBD kabupatan Malang untuk berkolaborasi. Namun sampai sekarang kami tidak mendapat respons," ujarnya.
Sumber: CnnIndonesia