Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengkritik perkembangan perusahaan teknologi finansial (fintech) pinjam meminjam (peer-to-peer lending) yang sebagian besar masih menyasar masyarakat yang telah memiliki akses perbankan. Tak ayal, timbul persaingan antara perbankan dan fintech.
"Harusnya, (fintech P2P lending) berpindah dari pasar lama dan produk lama ke pasar baru yang menyasar masyarakat unbanked (belum memiliki akses perbankan)," ujar Rudiantara saat menghadiri CNBC Indonesia VIP Forum bertajuk "Banking & Fintech: Inovasi dan Peran Digital Dorong Inklusi Keuangan" di Hotel Indonesia Kempinski, Senin (9/5).
Pasar lama maksudnya masih menyasar masyarakat yang sudah memiliki rekening perbankan. Sementara, yang dimaksud produk lama adalah produk pinjaman yang sama. Hanya saja, memang, fintech menawarkan waktu pencairan yang lebih cepat dan bunga yang lebih tinggi dibandingkan bunga perbankan.
Menurut Rudiantara, jika fintech merambah masyarakat yang belum memiliki rekening bank, maka fintech P2P lending dapat membantu pemerintah meningkatkan inklusi keuangan yang tahun ini ditargetkan mencapai 79 persen.
Namun, berdasarkan informasi yang diperoleh menurutnya terdapat keengganan pelaku industri fintech masuk ke pasar baru ini. Sebab ada resiko misal terkait memberikan rating kredit (credit scoring).
Untuk itu Rudi menyarankan agar Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa membantu menyusun skema rating kredit agar bisa digunakan untuk mengoptimalkan peran fintech P2P lending.
Rudiantara mengingatkan industri perbankan tidak perlu takut merangkul perkembangan teknologi. Pada dasarnya, teknologi hanya merupakan alat bantu untuk mempermudah masyarakat.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah fintech P2P lending yang telah terdaftar pada awal April mencapai 106 entitas.
Sumber: Cnnindonesia