Survei: Pangan Nelayan-Petani Rusak karena Tambang dan Corona
05 Agustus 2020, 09:00:51 Dilihat: 201x

Jakarta -- Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebut pandemi Covid-19 membuat masyarakat di sekitar pertambangan bermasalah dalam hal ketahanan pangan. Selain itu, warga juga mesti menghadapi intimidasi berbungkus penanganan Virus Corona.
Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil survei terhadap 39 komunitas, yang beranggotakan 29.821 warga, di wilayah tambang, dari Aceh hingga Papua, 18 Mei-12 Juni.
Rinciannya, 21 komunitas di wilayah tambang yang masih beroperasi, delapan komunitas di wilayah tambang belum beroperasi, tujuh komunitas di wilayah tambang gagal operasi, dan tiga komunitas di wilayah tambang yang berhenti beroperasi sementara.
Dalam survei terhadap komunitas yang didominasi petani dan nelayan itu, ditemukan perubahan pemenuhan pangan warga tambang, perubahan pemenuhan air, dan masalah ketahanan pangan, hingga temuan intimidasi.
Pertama, dalam hal status ketahanan pangan, 23 persen atau sembilan dari 39 responden memprediksi bahwa komunitas mereka bisa bertahan dengan penyediaan pangan mandiri selama lebih dari satu tahun.
Dari seluruh responden yang menjawab demikian, sebagian besar yakni tujuh komunitas berada di wilayah yang mana pertambangan tidak beroperasi.
Untuk 21 wilayah dengan tambang yang masih beroperasi, sebagian besar warganya memprediksi mampu bertahan kurang dari satu bulan dan 3-6 bulan. Hanya dua responden yang memprediksi ketahanan pangan mereka mampu bertahan lebih dari satu tahun.
Selain itu, lima dari tujuh wilayah komunitas (18 persen) yang memprediksi ketahanan pangan mereka hanya bertahan kurang dari satu bulan, berasal dari wilayah dengan tambang masih beroperasi.
"Imunitas pangan warga yang lebih tinggi di masa pandemi ini nampak jelas pada wilayah di mana tambang tidak beroperasi," kata Peneliti dari Jatam, Ki Bagus Hadi Kusuma, dalam keterangannya, Senin (4/8)."Ini tak lepas dari terjaminnya infrastruktur ekologis penopang ruang hidup warga yang belum mengalami kerusakan atau gangguan berarti akibat operasi tambang," lanjutnya.
Kedua, dalam hal pemenuhan pangan, ada penurunan jumlah komunitas yang mampu memenuhinya dari lahan milik sendiri atau komunal. Yakni, dari 30 komunitas sebelum pandemi, menjadi 28 komunitas setelah pandemi.
Namun, ada peningkatan jumlah pemenuhan pangan dari wilayah/komunitas sekitar dari 19 komunitas sebelum pandemi menjadi 21 sesudah pandemi.
Selain itu, jumlah komunitas yang membeli kebutuhan pangannya dari luar wilayah meningkat setelah pandemi. Yakni, dari 14 komunitas menjadi 17 komunitas.
"Pergeseran di atas adalah dampak dari pembatasan aktivitas komunitas sepanjang pandemi di masa awal peristiwa ini berlangsung," ucap Bagus.
"Sehingga, mereka mengalami kesulitan dalam pergi bertani, berkebun atau melaut dan membuat produktivitas mereka turun dan cenderung menjadi konsumen dengan memenuhi kebutuhan pangannya dari wilayah komunitas sekitar dan wilayah luar," imbuh dia.
Ketiga, dalam hal pemenuhan air. Jatam menemukan peningkatan konsumsi air dari sumber air alam, yakni 31 komunitas sebelum pandemi, menjadi 32 komunitas sesudah pandemi. Penggunaan air tadah hujan juga meningkat dari lima komunitas menjadi tujuh.
"Peningkatan konsumsi sumber air dari alam tersebut terjadi karena menurunnya pendapatan warga dan komunitas sepanjang pandemi," ujar Bagus.
Selain itu, ada penambahan konsumsi air kemasan dari 13 komunitas sebelum Covid-19 menjadi 15 komunitas sesudah pandemi. Namun, ada penurunan penggunaan air PDAM dari 6 komunitas menjadi lima.
Jatam menyebut peningkatan konsumsi air kemasan ini bisa bermakna dua hal. Pertama, pembatasan sosial membuat warga lebih banyak beraktivitas di rumah. Kedua, konsumsi air kemasan dinilai lebih aman daripada sumber air dari alam, seperti sumur dan sungai, yang sudah terkontaminasi tambang.
Misalnya, komunitas di Desa Santan, Kecamatan Marangkayu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, karena ada operasi pertambangan batu bara di hulu sungai.
"Komunitas menghadapi kekhawatiran akan pencemaran akibat operasi pertambangan," kata Bagus.
Intimidasi dan Kriminalisasi
Jatam juga mencatat 15 komunitas mengalami intimidasi selama pandemi. Misalnya, di Banyuwangi, akhir Maret. Saat itu, pemerintah hendak membubarkan tenda posko warga penolak tambang emas di Gunung Tumpang Pitu dan Salakan dengan dalih pandemi Covid-19.
Namun, warga tidak terima karena aktivitas pertambangan tetap berjalan serta mendatangkan pekerja dan alat berat baru.
Selain intimidasi, warga juga menghadapi kasus perampasan lahan (11 komunitas), bentrok fisik (10 komunitas), kriminalisasi (9 komunitas), konflik/kecemburuan sosial (10), penurunan ekonomi (6), lainnya (1).
"Pandemi COVID-19, yang merupakan bencana bagi banyak orang, justru dijadikan celah bagi beberapa kelompok, termasuk mereka yang terlibat dalam bisnis pertambangan," tandas Bagus.
Sumber : cnnindonesia.com
Share:

UN Videos

Java Coffee Culture and Festival Peneleh 2024
Rapat Terbuka Senat dalam rangka Wisuda Sarjana ke - 56 dan Magister ke - 44
Wisuda Sarjana Ke 54 dan Magister Ke 42 Universitas Narotama

UN Cooperation

De Montfort Leicester University Alexandria University Chiang mai university Derby University
 
Essex I Coe Rel UTHM ICOGOIA University Malaysia PAHANG Universiti Utara Malaysia
 
National University Kaohsiung Taiwan Politeknik Sultan Mizan Zainal Abidin Prince Sultan University Quest Nawab Shah Pakistan Universiti Teknologi MARA
 
Universiti Kebangsaan Malaysia Universiti Malaysia Kelantan Universiti Malaysia Perlis Universiti Zainal Abidin Universiti Sains Malaysia
 
Universiti Pendidikan Sultan Idris Erasmus

 

INTAKINDO PT. Aria Jasa Konsultan Bumi Harmoni Indoguna Cakra Buana Consultan Ciria Jasa Consultant
 
Internasional Peneliti Sosial Ekonomi Teknologi PT. Jasa Raharja NOKIA INKINDO MASKA
 
Surabaya TV PT. Amythas General Consultant
 
       

 

Perkumpulan Ahli dan Dosen Republik Indonesia IT Telkom Surabaya Institut Aditama Surabaya Institut Teknologi Nasional Malang
 
Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya Politeknik Negeri Malang Universitas Pakuan Universitas Nasional Kualita Pendidikan Indonesia
 
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Politeknik Negeri Bali Sekolah Tinggi Agama Islam Salahuddin Pasuruan
 
Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul `Ula Nganjuk Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Al Anwar Mojokerto STIE NU Trate Gresik Sekolah Tingi Ilmu Ekonomi Widya Gama Lumajang Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yapan Surabaya
 
STIE Pemuda STIKOSA STKIP PGRI Bangkalan STKIP PGRI Jombang STKIP PGRI Sidoarjo
 
STT Pomosda Nganjuk UINSA Universitas Mercu Buana Universitas Airlangga Universitas Darul `Ulum Jombang
 
Universitas Negeri Surabaya Universitas Brawijaya Malang Teknik Sipil Universitas Negeri Surabaya Universitas PGRI Adi Buana Surabaya UNIPDU
 
UNISLA UNISMA Universitas 45 Bekasi Universitas Dr.Soetomo UNITRI
 
Universitas 45 Surabaya Universitas Bondowoso Universitas Islam Madura Pamekasan Universitas Jember Universitas Maarif Hasyim Latif
 
Universitas Madura Universitas Merdeka Surabaya Universitas Bina Darma Universitas Wijaya Putra Universitas Padjajaran
 
Universitas Muhammadiyah Malang Universitas Muhammadiyah Papua Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Universitas Muhammadiyah Surabaya Universitas Negeri Malang
 
Universitas Islam Raden Rahmat Universitas Widyagama Malang Universitas Pembangunan Nasional Veteran Surabaya UWIKA Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
 
UNIVERSITAS SUNAN BONANG TUBAN Universitas 17 Agustus Surabaya UNUGIRI Bojonegoro Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
 
Akademi Pariwisata Majapahit  

 

Copyright (c) 2025 by UN | Universitas Narotama, All Rights Reserved.