Jakarta -- Tatapannya lemah. Wajahnya tampak lelah. Raut mukanya tak berseri saat ditemui CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Dia adalah Wardi, seorang Kepala Sekolah SDN 1 Kalijaya, Ciamis, Jawa Barat. Sudah setahun menjabat dan 20 tahun mengabdi sebagai guru di sekolah tersebut.
SDN 1 Kalijaya beralamat di Dusun Wanarsa, Desa Kalijaya, Kecamatan Banjaranyar, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Sudah lebih dari 20 tahun berdiri, namun menanggung masalah yang tak berubah sejak dulu: keterbatasan pengajar.
Wardi sebenarnya tak lama lagi masuk masa pensiun. Namun dia sama sekali tak punya rencana jika sudah purna tugas nanti. Pikirannya masih terpaku pada apa yang dijalani selama ini.
"Kalau orang lain sudah sibuk memikirkan kualitas pendidikan, kalau saya memikirkan ada tidak yang menghadapi anak (siswa) besok. Saya dibayangi dengan apakah guru besok sehat, apakah ada yang bisa mengajar besok," ucap Wardi beberapa waktu lalu.
Tak Setiap Hari Guru Datang Mengajar
Beban kerja Wardi sehari-hari tergolong berat. Ditambah kecemasan tentang keberlangsungan kegiatan belajar mengajar di sekolah yang sering tak berjalan sebagaimana mestinya.
Semua itu akibat dari keterbatasan jumlah pengajar di SDN 1 Kalijaya. Dia yang harus bertanggung jawab agar siswa tetap mendapat ilmu.
Saat CNNIndonesia.com berkunjung, jumlah siswa di SDN 1 Kalijaya sebanyak 85 orang di 6 kelas. Hanya ada 5 guru. Itu pun tak semuanya bisa hadir mengajar setiap hari.
Dari 5 orang, hanya 2 guru berstatus PNS. Mereka adalah Wardi dan istrinya. Wardi memang menjalankan tugas sebagai guru merangkap kepala sekolah. Dia dan istri diangkat sebagai PNS usai 20 tahun mengabdi.
Kemudian, 3 orang guru lainnya berstatus honorer. Wardi mengangkat mereka guna membantu memberikan pelajaran kepada siswa. Itu dilakukan sebagai langkah terakhir lantaran permohonan meminta tambahan guru berulang kali ditolak dinas pendidikan setempat.
"Karena kalau berdua kan tidak mungkin. Saya akhirnya angkat saja sukarelawan. Total ada tiga orang," kata Wardi saat ditemui CNNIndonesia.com di SDN 1 Kalijaya beberapa waktu lalu.
Lihat juga:
Kisah Muram Sekolah Marginal, Tak Bisa Wujudkan Mimpi Nadiem
Guru honorer yang diangkat tidak memiliki latar belakang sarjana pendidikan. Hanya sebatas lulusan SMA atau sederajat.
"Ya mohon maaf, sekolahnya juga lagi-lagi bukan lulus dari sekolah yang bagus di kota, ya sekolah yang biasa saja begitu," imbuhnya.
Wardi mengamini ada risiko yang harus dihadapi ketika mengangkat guru honorer sebatas berlatar belakang SMA sederajat. Misalnya, kompetensi yang kurang dari para guru tersebut dalam memberikan pengajaran.
Akan tetapi, Wardi tahu diri. Dia mengaku beruntung ketika masih ada yang berkenan mengajar sebagai guru honorer.
Dia mengatakan bahwa honor yang diberikan sangat kecil, sehingga tak banyak orang yang mau menjadi guru honorer.
Guru-guru honorer itu pun kadang tidak bisa hadir untuk mengajar. Suatu saat, mereka lebih memilih untuk mengurus usaha pertaniannya.
Mengenai hal itu, Wardi tak bisa berbuat banyak. Dia tak bisa memaksakan kehendak para guru honorer karena gaji yang diberikan oleh sekolah tak seberapa.
"Kan kadang ada guru sukarelawan yang tidak masuk, sakit atau ngurus anak atau panen di sawah, saya tidak bisa memaksa, ya mau tidak mau saya gantikan untuk mengajar," kata Wardi.
"Jadi sukarelawan dibayar cuma Rp100 ribu per bulan. Kalau dari sawah, tani, kan bisa jutaan," tambahnya.
Wardi berharap pemerintah pusat dan daerah melihat masalah yang dihadapi SDN 1 Kalijaya. Dia tidak bermaksud meminta dirinya untuk diistimewakan.
Wardi lebih mengutamakan masa depan para siswa. Menurutnya, pemerintah pusat dan daerah perlu memberikan kepedulian yang lebih agar siswa bisa mendapatkan ilmu dari tenaga pengajar yang kompeten. Tentu dengan menyalurkan guru.
"Karena apa? Ya karena saya mau anak didik saya juga jadi insinyur, punya budi pekerti bagus. Masa depan bagus karena diajar oleh pendidik yang kompeten," kata dia.
"Saya kalau melihat anak-anak jujur kasihan. Mereka bahkan tidak punya guru olahraga khusus. Kalau olahraga ya saya suruh saja mereka lari keliling lapangan. Setelah itu ya sudah, saya juga tidak mengerti pendidikan olahraga," kata Wardi.
Kondisi bangunan SDN 1 Kalijaya sendiri masih cukup bagus. Ruangan kelas tergolong layak digunakan.
Akan tetapi, kondisi toilet cukup memprihatinkan. Hanya segelintir siswa yang mau menggunakannya.
Guna menjaga kebersihan lantai, SDN 1 Kalijaya juga tidak mewajibkan siswa memakai sepatu atau alas kaki. Siswa boleh berkeliling sekolah tanpa alas kaki.
Saat CNNIndonesia.com berkunjung, seperti halnya ruang kelas di sekolah kebanyakan, terpampang foto presiden dan wakil presiden yang tengah menjabat. Akan tetapi, bukan foto Ma ruf Amin, melainkan Jusuf Kalla yang berdampingan dengan foto Joko Widodo.
Sumber : cnnindonesia.com