Jakarta -- Alis mata Putu Pratama mengerut saat melihat halaman pertama surat kabar, Kamis (6/2). Wajah yang awalnya terlihat serius sontak berganti senyum saat menatap foto Gubernur Bali Wayan Koster mengangkat dan menenggak satu seloki minuman keras khas Bali.
Pada Rabu (5/2), Koster menyosialisasikan Peraturan Gubernur No. 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. Aturan itu membuat arak, tuak, dan brem Bali legal.
Pratama, seorang pemandu wisata asal Gianyar yang kerap menemani wisatawan dari berbagai negara di Pulau Dewata, menyambut legalisasi itu sebagai kabar gembira.
Selama ini, kata dia, wisatawan sering menanyakan minuman lokal beralkohol. Saat itu, Pratama pun hanya menjelaskan bahwa ada hukum di Bali dan Indonesia secara umum terkait minuman keras.
Mereka yang memproduksi atau menjual arak, lanjutnya, kerap ditangkap polisi. Ia menyayangkan hal tersebut di tengah gencarnya negara lain membanggakan kearifan lokalnya, termasuk dalam hal miras. Misalnya, Jepang dengan Sake.
"Sekarang petani arak di Bali sudah punya payung hukum. Jadi petani ataupun penjual arak tidak resah lagi. Mereka bisa fokus memberdayakan. Ini sebenarnya baik karena Bali adalah daerah wisata," ujarnya.
Menurutnya, hal itu baik bagi pariwisata Bali sekaligus berdampak pada perbaikan ekonomi masyarakat.
"Yang perlu kita ketahui sekarang adalah teknisnya, bagaimana agar petani benar-bener diberdayakan, kemudian disalurkan, untuk dijual secara legal dan tidak kucing-kucingan lagi," ujar Putu, yang mengaku sebagai penyuka minuman arak ini.
Desa Percontohan
Terpisah, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Bali, NTB, dan NTT, Hendra Prasmono mengatakan pihaknya bersama Pemerintah Provinsi Bali menggunakan skema kemitraan usaha dengan petani arak, koperasi, dan pihak produsen minuman mengandung etil alkohol (MMEA).
Teknisnya, petani arak menjual hasil produksinya ke koperasi. Koperasi kemudian berperan sebagai pengepul, untuk selanjutnya menjual bahan baku tersebut ke produsen atau pabrikan.
Produsen akan mengolah bahan baku ini agar bisa terstandardisasi, lebih terjaga kehigienisannya. Selanjutnya pabrik melekatkan pita cukai.
Selain mengatur skema tata kelola, Pergub ini juga mengatur tentang harga patokan petani atau standar harga batas bawah di setiap jenjang distribusi.
Hendra menyampaikan akan memulai penerapan Pergub ini dengan menjadikan dua desa, yaitu Desa Tri Eka Buana, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem; dan Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, sebagai proyek percontohan.
Sebelumnya, Koster menyebut Pergub Arak Bali bertujuan untuk melindungi keragaman budaya sekaligus mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Diketahui, ada sejumlah pasal dalam KUHP yang bisa memidanakan pemabuk. Misalnya, Pasal 536 (mabuk di jalan umum) Pasal 492 (mabuk di muka umum merintangi lalu lintas, mengganggu ketertiban), dan Pasal 300 (menjual, memberikan minuman memabukkan, dan membuat mabuk anak-anak).
Selain itu, penjualan miras di Indonesia dibatasi oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol. Bahwa, minimarket dilarang menjual minuman beralkohol golongan A, seperti bir.
Sumber : cnnindonesia.com