Jakarta -- Sidik Kamseno (35), seorang nelayan ditemukan meninggal setelah dua hari menghilang usai pergi mencari kepiting di Sungai Sembilang, Desa Sungsang 4, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Senin (9/12).
Sidik diduga menjadi mangsa satwa buas buaya muara (Crocodylus porosus) yang berkeliaran di kawasan tersebut.
Berdasarkan informasi dihimpun, korban bersama tujuh orang nelayan kepiting lainnya pergi dari Dusun I, Desa Pagar Bulan, Kecamatan Rantau Bayur, Kabupaten Banyuasin pergi melaut pada Sabtu (7/12) petang. Setibanya di lokasi pencarian kepiting, Sidik berpisah dari nelayan lainnya menggunakan perahu kecil untuk menyebar perangkap kepiting.
Namun Sidik tak kunjung kembali ke pemondokan, padahal seluruh nelayan sudah berkumpul pada Minggu (8/12) pagi. Hingga malam hari korban tak kunjung datang, nelayan lainnya memutuskan untuk mencari Sidik. Hingga pada Senin (9/12) pagi, perahu korban ditemukan kosong.
Setelah dicari di sekitar lokasi, korban sudah meninggal dunia dengan kondisi tubuh tercabik-cabik, menyisakan tubuh bagian atas. Sementara tubuh bagian bawahnya sudah tidak bersisa. Nelayan yang menemukan korban segera melaporkannya ke pihak berwenang.
Kepala Seksi Wilayah II Taman Nasional Berbak Sembilang Afan Absori mengatakan, berdasarkan laporan dari warga dan luka yang diderita korban, kuat kemungkinan korban tewas disebabkan oleh serangan satwa buas.
"Kawasan tersebut memang habitat buaya muara dan harimau sumatera. Karena lokasi kejadian di perairan, besar kemungkinan penyerangan dilakukan oleh buaya," ujar Afan.
Afan berujar, pihaknya tidak mengetahui secara persis jumlah populasi buaya muara yang berhabitat di Taman Nasional Berbak Sembilang dan kawasan penyangganya. Pihaknya hanya memiliki data kantong-kantong habitat buaya. Namun dirinya mengungkapkan, penyerangan hewan dilindungi tersebut baru kali in terjadi di lokasi kejadian.
"Kalau di titik tersebut belum pernah ada [serangan]. Kita akan melakukan investigasi untuk mengetahui penyebab terjadinya insiden tersebut," ujar Afan.
Dia mengungkapkan, di zona tradisional tersebut nelayan biasa mencari kepiting dan ikan di sana. Pihaknya tidak bisa melarang kegiatan tersebut karena merupakan sumber mata pencaharian masyarakat sekitar. Secara zonasi pun, Afan berujar, lokasi tersebut memungkinkan untuk aktivitas mencari ikan dan kepiting.
"Untuk peringatan biasanya kita rutin memberikan penyuluhan tentang kawasan TN Sembilang termasuk satwa liar," katanya.
Dia mengimbau agar warga berhati-hati dan waspada. "Kurangi aktivitas di waktu menjelang sore dan pagi saat suasana remang-remang karena biasanya satwa liar akan mencari mangsa di waktu-waktu tersebut," ujar dia.
Sementara itu Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel Genman Suhefti Hasibuan menambahkan, kejadian penyerangan tersebut menambah daftar panjang konflik manusia dengan satwa liar di provinsi tersebut. Dirinya mengimbau masyarakat untuk menjauhi habitat satwa liar untuk mencegah serangan.
"Kebanyakan konflik manusia dengan satwa liar ini karena manusia yang masuk ke habitat satwa. Bukan satwa yang menyerang di kawasan pemukiman.
Sumber : cnnindonesia.com